Sebisa mungkin cari sebanyak-banyaknya informasi, referensi yang mendukung penggambaran visual untuk komik yang akan digarap. Jangan merasa cukup dengan foto-foto yang telah dikasih oleh editor.
Kadang2 editor hanya memberikan deskripsi umum tentang suatu adegan saja, tanpa disertai detail seperti kostum tokoh, sudut pandang, properti, background pendukung, gesture, ekspresi, dan lain sebagainya.
Hal itu bisa menjadi peluang komikus untuk menerjemahkan naskah dalam pikirannya menjadi rangkaian panel komik. Dalam tahap ini biasanya sketsa2 thumbnail sering dipakai sebelum mengerjakan sketsa di ukuran sebenarnya. Hal yang biasa dan telah menjadi satandar umum bagi seorang ilustrator gambar termasuk komikus.
Contoh sketsa komik berdasarkan deskripsi adegan dari editor. Kalau dilihat sekilas tampak biasa ajah, tetapi klo diperhatikan lebih lanjut banyak sekali kerancuan gambar yang gak disadari oleh ilustratornya, hal ini bisa dihindari dengan memperlihatkannya kepada editor, selain memperbaiki kerancuan gambar, editor bisa menambahkan detail lainnya.
Walaupun telah melihat referensi yang banyak disadari atau enggak, tidak semua ide yang telah dikerjakan oleh komikus bisa tercurah lewat sketsa yang telah dibuat. Segala macam unsur visual yang lebih baik dan bisa ditambahkan, baru diketahui ketika sketsa pertama telah jadi.
Idealnya pada tahap ini komikus memperlihatkannya kepada editor untuk dikoreksi dan direvisi. Penting agar idenya bisa disampaikan dan dipahami oleh pembaca.
Setelah disepakati, komikus bisa mulai lagi deh mengerjakan karyanya dengan tenang, karena ke depan pekerjaannya hanya bersifat teknis saja.
*Bukan untuk komik idealisme sendiri, jadi gak bisa semau gue alias kumaha aing we...Butuh koordinasi yang harmonis.
No comments:
Post a Comment